Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak Pasangan Suami Istri (SPTJM Suami Istri) sebagai Syarat Pembuatan Akta Kelahiran

Card Image

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak Pasangan Suami Istri (SPTJM Suami Istri) merupakan dokumen penting yang digunakan sebagai salah satu syarat dalam proses pembuatan Akta Kelahiran di Indonesia. Dokumen ini berfungsi sebagai pengganti bukti perkawinan resmi berupa buku nikah, khususnya bagi pemohon yang tidak dapat menunjukkan buku nikah orang tua kandung, namun status perkawinan orang tua tersebut sudah tercatat sebagai "Kawin" dalam Kartu Keluarga (KK).

SPTJM Suami Istri dibuat oleh orang tua kandung atau wali dengan penuh tanggung jawab atas kebenaran data kelahiran dan status perkawinan yang tercantum. Dengan adanya SPTJM ini, proses administrasi pembuatan Akta Kelahiran tetap dapat berjalan meskipun dokumen perkawinan resmi tidak tersedia, sehingga memberikan kemudahan akses bagi masyarakat dalam memperoleh dokumen kependudukan yang sah.

 

Perbedaan Pengajuan Akta Kelahiran dengan Melampirkan SPTJM Suami Istri dan Buku Nikah Orang Tua

Dalam proses pengajuan Akta Kelahiran, terdapat dua mekanisme utama yang dapat digunakan oleh pemohon, yaitu:

Aspek Melampirkan
Buku Nikah Orang Tua SPTJM Suami Istri
Status Perkawinan di Akta Kelahiran Tidak ada keterangan khusus terkait status perkawinan Muncul frasa "yang perkawinannya belum tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan"
Kekuatan Hukum Bukti perkawinan resmi dan otentik Pernyataan tanggung jawab yang memiliki kekuatan hukum terbatas
Prosedur Pengajuan Melampirkan dokumen buku nikah asli atau fotokopi Melampirkan SPTJM yang dibuat dan ditandatangani oleh orang tua/wali

Frasa khusus yang tercantum pada Kutipan Akta Kelahiran bagi pemohon yang menggunakan SPTJM Suami Istri menandakan bahwa status perkawinan orang tua belum tercatat secara resmi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi catatan penting dalam dokumen kependudukan tersebut.

 

Tanggung Jawab dan Implikasi Hukum Melampirkan SPTJM Suami Istri

Melampirkan SPTJM Suami Istri dalam pengajuan Akta Kelahiran membawa konsekuensi hukum yang perlu dipahami oleh pemohon. SPTJM merupakan pernyataan tanggung jawab mutlak yang dibuat oleh pasangan suami istri atau wali, yang menyatakan kebenaran data kelahiran dan status perkawinan meskipun tidak didukung oleh akta nikah resmi.

Beberapa poin penting terkait tanggung jawab dan efek hukum SPTJM adalah sebagai berikut:

·        Kekuatan Hukum Terbatas: SPTJM tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan buku nikah sebagai bukti otentik perkawinan. Oleh karena itu, Akta Kelahiran yang diterbitkan dengan melampirkan SPTJM akan memuat frasa khusus yang menunjukkan bahwa perkawinan belum tercatat secara resmi.

·        Tanggung Jawab Pemohon: Pemohon bertanggung jawab penuh atas kebenaran isi SPTJM. Jika di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian atau ketidakbenaran data, pemohon dapat dikenai sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

·        Rekomendasi Pencatatan Perkawinan: Pasangan suami istri yang menggunakan SPTJM disarankan untuk segera melakukan pencatatan perkawinan secara resmi di lembaga yang berwenang, seperti Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, guna memperoleh bukti perkawinan yang sah dan menghindari permasalahan administrasi di masa mendatang.

·        Dampak pada Dokumen Kependudukan: Frasa "yang perkawinannya belum tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan" pada Akta Kelahiran dapat mempengaruhi proses administrasi lain yang memerlukan bukti perkawinan resmi, seperti pengurusan Kartu Keluarga, akta nikah, atau dokumen legal lainnya.

 

Perkawinan Tercatat dan Belum Tercatat Jelas Berbeda.

Perkawinan tercatat jika penduduk memiliki bukti bahwa perkawinannya sudah dicatatkan oleh negara yang berupa Akta perkawinan. Sedangkan kawin belum tercatat jika perkawinannya belum dicatat di register catatan sipil maupun KUA.

Kawin belum tercatat sebenarnya tidak semua akibat nikah siri, dari beberapa kasus ditemukan: seperti Ketika mengurus KK tidak membawa buku nikah, buku nikahnya hilang, atau terjadi ketidaksesuaian data pribadi (nama, tempat/tanggal lahir dan tahunnya) antara KTP/KK, akta kelahiran dan buku nikah, bahkan ada juga Ketika menikah puluhan tahun lalu namanya berdasarkan nama panggilan di kampung (sehingga berkas nikahnya ditulis demikian) namun sekarang ini harus ditulis dengan nama yang sebenarnya, dan beberapa penyebab lainnya.

 

Solusi Yang Dapat Ditempuh

Perlu digarisbawahi bahwa status kawin tidak tercatat tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena tidak memiliki akta otentik sebagai bukti keabsahan perkawinan. Sebagaimana diatur dalam UU No.1 Tahun 1974, PP No.9 Tahun 1975, Permenag No.20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan dan Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Sebagai solusinya, cara yang dapat ditempuh adalah:

 

Pertama, bagi pasangan suami istri yang masih berstatus tidak kawin namun telah menikah sirri, agar segera untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga resmi negara, yakni Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan sesuai dengan wilayah hukum masing-masing pasangan suami istri, dengan memenuhi semua persyaratan administrasinya, dan ketentuan rukun dan syarat pernikahannya. Dimaksudkan untuk menjaga hak-hak dan kewajiban-kewajiban pasangan suami-istri dan sebagai wujud perlindungan hukum dari negara.

 

Kedua, Bagi pasangan suami istri yang terlanjur berstatus kawin tidak tercatat pada status kependudukannya dapat mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama (PA) guna mendapatkan penetapan pernikahannya sebagai cara yang dapat ditempuh oleh pasangan suami istri yang telah menikah untuk mendapatkan pengakuan dari negara atas pernikahan yang telah dilangsungkan oleh keduanya beserta anak-anak yang lahir selama pernikahan, sehingga pernikahannya tersebut berkekuatan hukum. Apabila keputusan Pengadilan Agama adalah sah, tentunya anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut adalah anak-anak yang sah juga. Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dapat menerbitkan Akta Nikah atas perkawinan siri. Jadi, itsbat nikah diajukan dalam rangka mendapatkan pengakuan dari negara atas perkawinan yang statusnya hanya sah menurut agama sehingga perkawinan tersebut berkekuatan hukum. Selanjutnya mencatatkannya ke Kantor Urusan Agama yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama.

 

Ketiga, Jika Akta Perkawinannya hilang maka penduduk dapat meminta duplikat akta perkawinan di KUA atau dukcapil.

 

Keempat, Jika register akta perkawinan di KUA tidak ditemukan maka dapat dilakukan pengajuan isbat nikah untuk menerbitkan akta perkawinannya.

 

Catatan : Status kawin tidak tercatat di Kartu keluarga (KK) bukan berarti Disdukcapil mengesahkan perkawinan penduduk.

 

Kesimpulan

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak Pasangan Suami Istri (SPTJM Suami Istri) merupakan solusi administratif yang memberikan kemudahan dalam pembuatan Akta Kelahiran bagi pasangan yang belum memiliki bukti perkawinan resmi. Namun, penggunaan SPTJM juga membawa konsekuensi hukum dan administratif yang harus dipahami dengan baik oleh pemohon.

Demi kelancaran proses administrasi kependudukan dan perlindungan hak-hak hukum keluarga, sangat dianjurkan bagi pasangan suami istri untuk segera mencatatkan perkawinan mereka secara resmi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bagikan Artikel ini